DEMOKRASI (HAM DAN MASYARAKAT MADANI)
Buku A.Ubaedillah dan
Abdul Rozak
Bab 1: pendahuluan
1.
Mengapa pendidikan kewargaan
2.
Konsep dasar pendidikan kewargaan
3.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar
pendidikan kewargaan
4.
Ruang lingkup materi pendidikan
kewargaan
5.
Paradigma pendidikan kewargaan
6.
Urgensi pendidikan kewargaan bagi
pembangunan
7.
Budaya demokrasi di Indonesia
Bab 2: identitas
nasional dan globalisasi
1.
Hakikat dan dimensi identitas nasional
2.
Unsur-unsur pembentuk identitas nasional
3.
Pancasila: nilai bersama dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara
4.
Revitalisasi pancasila
5.
Globalisasi dan ketahanan nasional
6.
Multikulturalisme: antara nasionalisme
dan globalisasi
Bab 3: demokrasi: teori
dan praktik
1.
Hakikat demokrasi
2.
Demokrasi: norma-norma hidup bersama
3.
Sekilas sejarah demokrasi
4.
Demokrasi di Indonesia
5.
Unsur-unsur pendukung tegaknya demokrasi
6.
Parameter tatanan kehidupan demokratis
7.
Pemilu dan partai politik dalam sistem
demokrasi
8.
Islam dan demokrasi
Bab 4: konstitusi dan
tata perundang-undangan Indonesia
1.
Pengertian konstitusi
2.
Tujuan dan fungsi konstitusi
3.
Sejarah perkembangan konstitusi
4.
Sejarah lahir dan perkembangan
konstitusi di Indonesia
5.
Perubahan konstitusi di Indonesia
6.
Konstitusi sebagai peranti kehidupan
kenegaraan yang demokratis
7.
Lembaga kenegaraan setelah amandemen UUD
1945
8.
Tata urutan perundang-undangan Indonesia
Bab 5: negara, agama
dan warga negara
1. Konsep
dasar tentang negara
2. Teori
tentang terbentuknya negara
3. Bentuk-bentuk
negara
4. WNI
5. Hubungan
negara dengan warga negara
6. Hubungan
agama dan negara: kasus Islam
7. Hubungan
negara dan agama : pengalaman Islam di Indonesia
8. Islam
dan negara orde baru: dari antagonistik ke akomodatif
9. Islam
dan negara pasca orde baru: bersama membangun demokrasi dan mencegah
disintegrasi bangsa
Bab 6: HAM
1.
Pengertian HAM
2.
Perkembangan Ham di Eropa
3.
HAM: antara universalitas dan
relativitas
4.
Pelanggaran dan pengadilan HAM
5.
Islam dan HAM
Bab7: otonomi daerah
dalam kerangka NKRI
1.
Hakikat otonomi daerah
2.
Visi otonomi daerah
3.
Sejarah otonomi daerah di Indonesia
4.
Prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi
daerah
5.
Pembagian kekuasaan dalam kerangka
otonomi daerah
6.
Pemilihan, penetapan dan kewenangan
kepala daerah
7.
Kesalahpahaman terhadap otonomi daerah
8.
Otonomi daerah dan pembangunan daerah
9.
Otonomi
daerah dan pilkada langsung
Bab8: tata kelola
pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance)
1.
Pengertian good governance
2.
Prinsip-prinsip pokok good and clean
governance
3.
Good and clean governance dan kontrol
sosial
4.
Good and clean governance dan gerakan
antikorupsi
5.
Tata kelola pemerintahan yang baik dan
kinerja birokrasi pelayanan publik
6.
Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
birokrasi
Bab 9: masyarakat
madani
1.
Pengertian masyarakat madani
2.
Sejarah pemikiran masyarakat madani
3.
Karakteristik masyarakat madani
4.
Masyarakat madani di Indonesia:
paradigma dan praktik
5.
Gerakan sosial untuk memperkuat
masyarakat madani (civil society)
6.
Organisasi nonpemerintah dalam ranah
masyarakat madani
Bab 1: pendahuluan
1.
Mengapa pendidikan kewargaan : tujuan
pendidikan kewarganegaraan pada sarnya adalah menjadikan waga negara yang
cerdas dan baik serta mampu mendukung keberlangsungan bangsa dan negara.
Pendidikan kewarganegaraan, khususnya sepanajng orde baru telah direkayasa
sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan melalui cara-cara indoktrinasi,
manipulasi atas demokrasi dan pancasila. Memberikan pengalaman berdemokrasi
yang berharga karena dengan mengalami demokrasi secara langsung melalui
pembelajaran yang partisipatif dan kontekstual diharapkan persemaian kultur
demokrasi di kalangan civitas akademika di perguruan tinggi dapat menajdi
langkah awal yang strategis bagi pengembangan warga negara yang cerdas, aktif,
kritis dan berkeadaban.
2.
Konsep dasar pendidikan kewargaan :
pendidikan kewargaan adalah pendidikan yang cakupannya lebih luas dari
pendidikan demokrasi dan pendidikan HAM karena mencakup kajian dan pembahasan
tentang banyak hal, seperti : pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga
demokrasi, rule of law, hak dan kewajiban warga negara, proses demokrasi,
pengetahuan tentang lembaga-lembaga dan sistem pemerintahan, politik dan
administrasi publik. Mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan
bertindak demokratis.
3.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar
pendidikan kewargaan: SK = menjadi warga negara yang cerdas dan berkeadaban. KD
= kompetensi pengetahuan kewargaan (demokrasi, HAM, dan masyarakat madani), kompetensi
sikap kewargaan (kesetaraan gender, toleransi, kemajemukan, dan komitmen untuk
peduli pada persoalan warga negara), kompetensi keterampilan kewargaan
(kemampuan berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan publik)
4.
Ruang lingkup materi pendidikan
kewargaan : demokrasi, HAM dan masyarakat madani.
5.
Paradigma pendidikan kewargaan : menempatkan
peserta didik sebagai subjek aktif, pendidik sebagai mitra peserta didik dalam
proses pembelajaran. Disusun berdasarkan pada kebutuhan dasar warga negara ayng
kritis, aktif dan memiliki pengetahuan yakni fleksibel dan konteksual.
6.
Urgensi pendidikan kewargaan bagi pembangunan
Budaya demokrasi di Indonesia : demokrasi bukanlah sebuah wacana, pola pikir
atau perilaku politik yang dapat dibangun sekali jadi. Proses demokratisasi Indonesia
membutuhkan topangan budaya demokrasi yang genuine. Untuk mengembangkan kultur
demokratis berkeadaban adalah melalui program pendidikan kewargaan yang
dilakukan melalui cara-cara demokratis oleh pengajar yang demokratis untuk
tujuan demokrasi.
Bab 2: identitas
nasional dan globalisasi
1.
Hakikat dan dimensi identitas nasional :
identitas adalah ungkapan nilai-nilai budaya suatu bangsa yang bersifat khas
dan membedakannya dengan bangsa lain. Kekhasan yang melekat tersebut dikenal dengan istilah “identitas nasional”.
Secara umum beberapa unsur yang terkandung dalam identitas nasional antara
lain: pola perilaku, lambang-lambang, alat-alat perlengkapan, tujuan yang ingin
dicapai.
2.
Unsur-unsur pembentuk identitas nasional
: sejarah, kebudayaan, suku bangsa, agama, bahasa.
3.
Pancasila, nilai bersama dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara : bangsa ayng besar adalah bangsa yang hidup dengan
kelenturan budayanya untuk mengadaptasi unsur-unsur luar yang dianggap baik dan
dapat memperkaya nilai-nilai lokal yang dimiliki. Sebagai sebuah konsesus
nasional, pancasila merupakan sebuah pandangan hidup Indonesia yang terbuka dan
bersifat dinamis pancasila merupakan bingkai kemajemukan Indonesia. Pancasila juga
merupakan simbol persatuan dan kesatuan Indonesia di mana pertemuan nilai-nilai
dan pandangan ideologi terpaut dalam sebuah titik pertemuan yang menjadi
landasan bersama (common platform) dalam kehidupan sebagai sebuah bangsa.
4.
Revitalisasi pancasila : perlunya
revitalisasi pancasila karena didasari keyakinan bahwa pancasila merupakan
simpul nasional yang paling tepat bagi Indonesia yang majemuk. Menjadikan
pancasila sebagai wacana publik merupakan tahap awal krusial untuk pengembangan
kembali pancasila sebagai ideologi terbuka yang dapat dimaknai secara
terus-menerus sehingga tetap relevan dalam kehidupan bangsa dan negara
Indonesia.
5.
Globalisasi dan ketahanan nasional :
globalisasi adalah suatu perubahan sosial dalam bentuk semakin bertambahnya
keterkaitan antara masyarakat dengan faktor-faktor yang terjadi akibat
transkulturasi dan perkembangan teknologi moderen. Banyak faktor yang mendorong
terjadinya globalisasi, antara lain; pertumbuhan kap[italisme, maraknya inovasi
teknologi komunikasi dan informasi serta diciptakannya regulasi-regulasi yang
meningkatkan persaingan dalam skala besar dan luas seperti hak cipta, standarisasi teknis dan prosedural
dalam produk dan sistem produksi serta penghapusan hambatan perdagangan.
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamik suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang
mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan
mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan, baik yang datang
dari dalam maupun luar negeri, yang langnsung maupun tidak langsung
membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara seerta
perjuangan mengejar tujuan nasional baik dalam bidang politik, bidang ekonomi
dan bidang sosial-budaya.
6.
Multikulturalisme, antara nasionalisme
dan globalisasi : multikulturalisme pada intinya adalah kesediaan menerima
kelompok lain secara sama sebagai kesatuan tanpa memedulikanperbedaan budaya,
etnik, gender, bahasa ataupun agama. Segala perbedaaannya diakui dan sama di
dalam ruang publik. Konsep multikulturalisme sangat menjunjung perbedaan bahkan
menjaganya agar tetap hidup dan berkembang secara dinamis, hakikat kemanusiaan
sebagai sesuatu yang universal, sangat mementingkan dialektika yang kreatif.
Karakter masyarakat multikultural adalah toleran, hidup berdampingan secara
damai tanpa kehilangan identitas etnik dan kultur mereka. Multikulturalisme
adalah pandangan kebudayaan yang berorientasi praktis, yakni menekankan
perwujudan ide menjadi tindakan.
Bab 3: demokrasi: teori
dan praktik
1.
Hakikat demokrasi : demokrasi adalah
pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat.
2.
Demokrasi: norma-norma hidup bersama : demokrasi
merupakan proses panjang melalui pembiasaan, pembelajaran dan penghayatan. Ada
enam norma atau unsur pokok yang
dibutuhkan oleh tatanan masyarakat yang demokratis yaitu kesadaran akan
pluralisme, musyawarah, cara haruslah sejalan dengan tujuan, norma kejujuran
dalam pemufakatan, kebebasan nurani, persamaan hak dan kewajiban, trial and
error (kesabaran semua pihak untuk melewati proses-proses demokrasi akan sangat
menentukan kematangan demokrasi Indonesia di masa yang akan datang).
3.
Sekilas sejarah demokrasi : konsep
demokrasi lahir dari tradisi pemikiran Yunani kuno pada abad pertengahan.
Demokrasi tumbuh kembali di Eropa menjelang akhir abad pertengahan ditandai
oleh lahirnya Magna Charta (piagam besar) di Inggris yang memuat perjanjian
antara kaum bangsawan dan raja John Inggris, ditegaskan bahwa raja mengakui dan
menjamin beberapa hak dan hak khusus bawahannya. Isi Magna charta tentang
adanya pembatasan kekuasaan raja dan HAM lebih penting daripada kedaulatan
raja. Kemudian muncul gerakan reformasi yaitu gerakan revolusi agama di Eropa
pada abad ke-16, tujuan dari gerakan ini adalah gerakan kritis terhadap
kebekuan doktrin gereja yang dikenal dengan gerakan protestanisme Amerika.
Gerakan ini dimotori oleh Martin Luther King yang menyerukan kebebasan berpikir
dan bertindak, bertumpu pada rasionalitas yang berdasarkan hukum alam dan
kontrak sosial.
4.
Demokrasi di Indonesia :periode
1945-1959 (demokrasi parlementer yang menimbulkan persaingan tidak sehat antara
fraksi-fraksi politik dan pemberontakan daerah terhadap pemerintah pusat telah
mengancam berjalannya demokrasi itu sendiri karena memberi peluang sangat besar
kepada partai-partai politik untuk mendominasi kehidupan sosial politik),
periode 1959-1965 (demokrasi terpimpin dengan dominasi politik presiden dan
berkembangnya pengaruh komunis dan peranan tentara ABRI dalam panggung politik
nasional. Kepemimpinan presiden tanpa batas. Periode 1965-1998 (orde baru,
demokrasi pancasila yang dikampanyekan sebatas retorika politik belaka,
ditandai oleh dominannya peranan militer (ABRI), birokratisasi dan sentralisasi
pengambilan keputusan politik, campur tangan pemerintah dalam peran dan fungsi
partai politik), periode pasca orde baru (era reformasi, demokrasi di mana
rakyat menjadi komponen inti, pemberdayaan masyarakat madani dan penegakan HAM
secara sungguh-sungguh).
5.
Unsur-unsur pendukung tegaknya demokrasi
: negara hukum (rechtsstaat atau the rule of law), masyarakat madani dan
aliansi kelompok strategis.
6.
Parameter tatanan kehidupan demokratis :
pemilihan umum sebagai proses pembentukan pemerintah (instrumen penting dalam
proses pergantian pemerintahan), susunan kekuasaan negara (untuk menghindari
penumpukan kekuasaan), dan kontrol rakyat (eksekutif dan legislatif).
7.
Pemilu dan partai politik dalam sistem
demokrasi: pemilu merupakan mekanisme demokrasi untuk memutuskan pergantian
pemerintah di mana rakyat dapat menyalurkan hak politiknya secara bebas dan
aman (LUBER). Partai politik sebagai wadah bagi penampungan aspirasi rakyat.
8.
Islam dan demokrasi : kesungguhan dan
kesabaran dari kalangan pemimpin muslim Indonesia untuk membangun demokrasi di
negeri ini dapat diuji melalui kesungguhan mereka untuk tidak menggunakan
otoritas keagamaan yang mereka miliki untuk kepentingan sesaat yang tidak ada
kaitannya sama sekali dengan urusan agama, menjadi figur teladan bagi
pengikutnya dalam bersikap dan bertindak demokratis.
Bab 4: konstitusi dan
tata perundang-undangan Indonesia
1.
Pengertian konstitusi : konstitusi
adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemermintahan
diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
2.
Tujuan dan fungsi konstitusi : tujuan
konstitusi, membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak
rakyat yang diperintah dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Isi
konstitusi meliputi; anatomi kekuasaan politik tunduk pada hukum, jaminan dan
perlindungan HAM, peradilan yang bebas dan mandiri, pertanggungjawaban kepada
rakyat (akuntabilitas publik).
3.
Sejarah perkembangan konstitusi : dikenal
sejak zaman yunani yang mempunyai tidak kurang dari 11 konstitusi. Selanjutnya
pada abad VII (zaman klasik Islam) lahirlah piagam madinah atau konstitusi
Madinah, mengatur pokok tata kehidupan bersama Madinah yang dihuni oleh
bermacam kelompok dan golongan; Yahudi, Kristen, Islam, dsb. Berisi tentang hak
bebas berkeyakinan, berpendapat, mengatur kepentingan umum. Konstitusi Madinah
merupakan suatu bentuk konstitusi pertama di dunia yang meletakkan materi
selayaknya konstitusi moderen dan dasar pengakuan terhdap HAM. Konstitusi
muncul di berbagai negara seperti Inggris, Perancis dan Amerika akibat
absolutisme kekuasaaan, ketegangan masyarakat dan terganggunya stabilitas
keamanan negara.
4.
Sejarah lahir dan perkembangan
konstitusi di Indonesia : Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan UUD
1945 yang dirancang sejak 29 Mei 1945-a6 Juli 1945 oleh BPUPKI untuk persiapan
kemerdekaan Indonesia
5.
Perubahan konstitusi di Indonesia : Indonesia
mengalami perubahan dari UUD 1945-konstitusi RIS-UUDS-UUD 1945-amandemen
I-amandemen II-amandemen III-amandemen IV.
6.
Konstitusi sebagai peranti kehidupan
kenegaraan yang demokratis : sebagai sebuah aturan dasar yang mengatur
kehidupan berbangsa dan bernegara maka sepatutnya konstitusi dibuat atas dasar
kesepakatan bersama antar negara dan warga negara, agar satu sama lain merasa
bertanggungjawab serta tidak terjadi penindasan yang kuat terhadap yang lemah.
Konstitusi merupakan media bagi/menjamin terciptanya kehidupan yang demokratis
bagi seluruh warga negara.
7.
Lembaga kenegaraan setelah amandemen UUD
1945 : salah satu tujuan utama amandemen UUD 1945 adalah untuk menata
keseimbangan antar lembaga negara. Alat kelengkapan negara yang disebut lembaga
tinggi, yakni MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, KY dan BPK. Lembaga tinggi
tersebut memiliki korelasi satu sama lain dalam menjalankan fungsi check and
balances antar lembaga. Lembaga legislatif (MPR: permusyawaratan rakyat,
mengawasi DPR, melakukan pertimbangan terhadap kebijakan DPR. DPR: menetapkan
UU, membahas usulan RUU, menetapkan APBN bersama presiden. DPD: mewakili
daerah-daerah). Lembaga eksekutif (diplomatik, administratif, militer,
yudikatif, legislatif). Lembaga Yudikatif (mengadili, memberikan pertimbangan
tentang konstitusi yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintahan), BPK
(memeriksa tanggung jawab keuangan negara, memeriksa pelaksanaan APBN)
8.
Tata urutan perundang-undangan Indonesia
: UUD 1945-UU atau PP pengganti UU-PP-peratura presiden-peraturan daerah
(daerah provinsi, daerah kabupaten/kota, desa).
Bab 5: negara, agama
dan warga negara
1. Konsep
dasar tentang negara : organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat
masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan
dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Tujuan negara; memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial (pembukaan dan penjelasan UUD 1945). Unsur-unsur negara; rakyat,
wilayah, pemerintah, pengakuan negara lain.
2. Teori
tentang terbentuknya negara : teori kontrak sosial, teori ketuhanan dan teori
kekuatan.
3. Bentuk-bentuk
negara : negara kesatuan, negara serikat (monarki; dikepalai oleh raja atau
ratu. Oligarki (dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau
kelompok tertentu. Demokrasi; bersandar pada kedaulatan rakyat).
4. WNI
5. Hubungan
negara dengan warga negara : memiliki kewajiban untuk menjamin dan melindungi
seluruh WNI tanpa kecuali. Negara bertanggung jawab atas penyediaan layanan
umum yang layak. Warga negara berkewajiban membayar pajak dan mengontrol
jalannya pemerintahan melalui LSM, pers atau demonstrasi yang santun.
6. Hubungan
agama dan negara, kasus Islam : paradigma integralistik, paradigma simbiotik
dan paradigma sekularistik.
7. Hubungan
negara dan agama : pengalaman Islam di Indonesia : TNI dan kelompok Islam VS
komunis, berakhir dengan tragis yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965.
8. Islam
dan negara orde baru, dari antagonistik ke akomodatif : antagonistik yaitu
sifat hubungan yang mencirikan adanya ketegangan antara Islam dan negara orde
baru sedangkan akomodatif menunjukkan kecenderungan saling membutuhkan antara
kelompok Islam dan negara orde baru.
9. Islam
dan negara pasca orde baru, bersama membangun demokrasi dan mencegah
disintegrasi bangsa : komitmen untuk menjaga kesepakatan para pendiri bangsa
inilah masa depan demokrasi Indonesia harus diletakkan dalam tataran Indonesia
yang plural dalam bingkai NKRI. Karenanya, bersandar pada komitmen kebangsaan
ini adalah sangat tidak relevan, bahkan ahistoris jika dijumpai segelintir
individu maupun kelompok umat Islam yang hendak mengusung ggasan atau ide negara
agama. Hal ini selain tidak sejalan dengan prinsip kebhinekaan dan demokrasi
tetapi juga mengkhianati para pendiri bangsa yang diantara mereka adalah para
tokoh umat Islam.
Bab 6: HAM
1.
Pengertian HAM : hak-hak yang melekat
pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai
manusia. John Locke “ HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan YME
sebagai sesuatu yang bersifat kodrati’. HAM adalah hak dasar setiap manusoia
yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan YME, bukan pemberian manusia
atau lembaga kekuasaan. UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan
mmerupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.
2.
Perkembangan Ham di Eropa :
sebelum
Deklarasi Universal HAM 1948 : (lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 untuk
membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Empat abad kemudian,
tepatnya pada 1689 lahirlah UU HAM di Inggris dengan munculnya istilah equality before the law, kesetaraan
manusia di muka hukum. Sejak itu lahirlah sejumlah istilah dan kontrak sosial
di Amerika, kontrak sosial dari J.J Rousseau, trias politika dari Montesquieu,
teori hukum kodrati dari John Locke dan hak-hak dasar persamaan dan kebebasan
dari Thomas Jefferson. Perkembangan HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya
empat hak kebebasan manusia (the four
freedoms) di AS yang diproklamirkan oleh presiden Theodore Roosevelt yaitu
kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan
beribadah sesuai dengan keyakinan, hak bebas dari kemiskinan dan hak bebas dari
rasa takut. Menurut DUHAM (Deklarasi Universal HAM), ada lima HAM yang dimiliki
oleh tiap individu, hak personal (kebutuhan pribadi), hak legal (jaminan
perlindungan hukum), hak sipil dan politik, hak subsistensi (jaminan sumber
daya yang menunjang kehidupan), hak ekonomi, sosial dan budaya.
Setelah
Deklarasi Universal HAM 1948 (pasca perang dunia) : generasi pertama
(pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik, munculnya
negara-negara baru sehingga menciptakan tertib hukum, seperangkat hukum yang
disepakati dengan hak-hak yuridis seperti hak hidup, hak tidak menjadi budak,
hak untuk tidak disiksa dan ditahan, hak kesamaan dan keadilan dalam proses
hukum), generasi kedua (HAM tidak saja menuntut hak Yuridis tetapi juga
menyerukan hak sosial, ekonomi, politik dan budaya), generasi ketiga
(menyerukan wacana kesatuan HAM antara hak
ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam satu bagian integral
yang dikenal dengan the rights of
development. Pada era generasi ketiga ini, peranan negara tampak begitu
dominan), generasi keempat (lahirnya pemikiran kritis terhadap HAM. Dipelopori
oleh negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi
HAM dikenal dengan Declaration of the
Basic Duties of Asia People and Goverment. Tidak hanya mencakup tuntunan
struktural tetapi juga menyerukan terciptanya tatanan sosial yang lebih berkeadilan.
Mengukuhkan keharusan imperatif setiap negara untuk memnuhi hak asasi rakyatnya.
Dalam kerangka ini, pelaksanaan dan penghormatan atas HAM bukan saja urusan
orang perorangan tetapi juga tugas dan tanggung jawab negara).
Perkembangan
HAM di Indonesia : sebelum kemerdekaan, 1908-1945 (dijumpai dalam sejarah
kemunculan organisasi pergerakan nasional seperti Boedi Oetomo tahun 1908,
sarekat islam, Indische Partij, PKI, Perhimpunan Indonesia dan PNI. Hal
tersebut terjdai karena pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa kolonial,
penjajahan dan pemerasan hak-hak massyarakat terjajajah. Puncak perdebatan HAM
dilontarkan oleh para tokoh pergerakan nasional dalam BPUPKI. Periode setelah kemerdekaan yang terbagi atas periode
1945-1950 (menekankan pada wacana hak
untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik
yang didirikan serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat dalam bidang
parlemen. Periode 1950-1959 (masa demokrasi parlementer, dicatat sebagai masa
yang sangat kondusif bagi perjalanan HAM di Indonesia dengan bermunculnya
berbagai parpol, meratifikasi 2 konvensi internasional HAM yaitu konvensi
Genewa tentang perlindunngan hak bagi korban perang, tawanan perang dan hak untuk
berpolitik bagi perempuan). Periode 1959-1966 (berakhirnya demokrasi liberal
digantikan oleh sistem demokrasi terpimpin yang terpusat pada kekuasaan
Presiden Soekarno. Presiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen sebaliknya
parlemen dikontrol oleh presiden. Lembaga pemerintahan seperti ini sangat individual,
terjadi pemasungan hak-hak asasi warga negara. Dunia seni seperti lekra,
lembaga kebudayaan rakyat yang berafiliasi kepada PKI dijadikan satu-satunya
lembaga seni yang diakui). Periode 1966-1998 (awalnya, lahirnya orde baru
menjanjikan harapan baru bagi penegakan HAM di Indonesia. Namun kenyataannya
pelaksanaan HAM mengalami kemunduran yang pesat. Mempertentangkan demokrasi dan
prinsip HAM yang lahir di Barat dengan budaya lokal Indonesia. Opini tersebut
sarat dengan pelanggaran HAM pemerintahan presiden Soeharto yang tidak mengenal
istilah partai oposisi). Periode pasca orde baru, 1998 (menandai berakhirnya
rezim militer di Indonesia dan datangnya era baru demokrasi dan HAM. Pada masa
pemerintahan Habibie, perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan HAM mengalami
perkembangan yang sangat signifikan).
3.
HAM, antara universalitas dan
relativitas : sekalipun substansi HAM bersifat universal mengingat sifatnya
sebagai pemberian Tuhan, dunia tidak pernah sepi dari perdebatan dalam
pelaksanaan HAM. Lokalitas atau partikularitas HAM terkait dengan kekhususan
yang dimilikii suatu negara atau kelompok sehingga tidak sepenuhnya dapat
melaksanakan prinsip-prinsip HAM universal. Kekhususan tersebut bisa saja
bersumber dari kekhasan nilai budaya, agama dan tradisi setempat. Contoh,
kumpul kebo dan berciuman di muka umum. Perdebatan antara universalitas dan
partikular HAM tercermin dalam dua teori yang saling berlawanan, teori
relativitas kultural berpandangan bahwa nilai-nilai moral dan budaya bersifat
partikular. Penganut teori ini berpendapat bahwa tidak ada hak yang universal,
semua tergantung kondisi sosial kemasyarakatan yang ada, beebenturan dengan
nilai-nilai lokal, maka HAM harus dikontekstualisasikan sehingga nilai-nilai
moral HAM bersifat lokal dan spesifik. Hal ini didukung oleh dalih pembelaan
terhadap pluralitas dengan dasar bahwa kemerdekaan pertama-tama berarti
kemerdekaan untuk berbeda sehingga penyeragaman HAM dipandang sebagai
perampasan kemerdekaan itu sendiri. Teori universalitas HAM dipandang sebagai
imperialisme kebudayaan Barat. Menurut teori radikal universalitas HAM
berargumen bahwa perbedaan kebudayaan bukan berarti membenarkan perbedaan
konsepsi HAM. Nilai-nilai HAM adalah bersifat universal dan tidak bisa
dimodifikasi untuk menyesuaikan adanya perbedaan budaya dan sejarah suatu
negara. Nilai-nilai HAM berlaku sama di mana pun dan kapan pun serta dapat
diterapkan pada masyarakat yang mempunyai latar belakang budaya dan
sejarah yang berbeda.
4.
Pelanggaran dan pengadilan HAM :
pelanggaran Ham dikelompokkan menjadi dua benyuk, yaitu: pelanggaran HAM berat
(kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan seperti pembunuhan, pemusnahan,
perbudakan, pengusiran, perampasan kemerdekaan, pemerkosaan, penganiayaan,
apartheid) dan pelalnggaran HAM ringan.
5.
Islam dan HAM: Islam adalah agama
universal yang mengajarkan keadilan bagi semua manusia tanpa pandang bulu,
meletakkan manusia pada posisi yang sangat mulia.
Bab7: otonomi daerah
dalam kerangka NKRI
1.
Hakikat otonomi daerah : hak wewenang
daerah/kebijakan lokal. Untuk memilih desentralisasi-otonomi daerah diajukan
sejumlah argumen dasar pelaksanaannya, yaitu: untuk terciptanya efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, sebagai sarana pendidikan politik,
pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karier politik lanjutan, stabilitas
politik, kesetaraan politik dan akuntabilitas publik.
2.
Visi otonomi daerah : politik, ekonomi,
sosial dan budaya.
3.
Sejarah otonomi daerah di Indonesia :
4.
Prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi
daerah: memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan
keanekaragaman daerah. Didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung
jawab, sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang
serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Meningkatkan kemandirian
daerah otonom. Harus meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah.
5.
Pembagian kekuasaan dalam kerangka
otonomi daerah
6.
Pemilihan, penetapan dan kewenangan
kepala daerah
7.
Kesalahpahaman terhadap otonomi daerah
8.
Otonomi daerah dan pembangunan daerah
9.
Otonomi
daerah dan pilkada langsung
Bab8: tata kelola
pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance)
7.
Pengertian good governance : pemerintahan
yang baik, bersih, jujur, transparan dan berwibawa.
8.
Prinsip-prinsip pokok good and clean
governance : partisipasi, penegakan hukum, transparansi, responsif, orientasi
kesepakatan, keadilan, efektivitas dan efisiensi, akuntabilitas, dan visi
strategis.
9.
Good and clean governance dan kontrol
sosial : diwujudkan melalui penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan, kemndirian
lembaga peradilan, profesionalitas dan integritas aparatur pemerintah,
penguatan partisipasi masyarakat madani (civil society), peningkatan
kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah.
10.
Good and clean governance dan gerakan
antikorupsi : korupsi sebagai tindakan yang merugikan kepentingan demi
keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Menyalahgunakan jabatan dan
wewenang.
11.
Tata kelola pemerintahan yang baik dan
kinerja birokrasi pelayanan publik : pelayanan publik adalah perwakilan negara,
menjadi titik pangkal efektifnya kinerja birokrasi.
12.
Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
birokrasi : struktur birokrasi, kebijakan pengelolaan, SDM, sistem informasi
manajemen, sarana dan prasarana yang dimiliki.
Bab 9: masyarakat
madani
1.
Pengertian masyarakat madani : menjamin
keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan pemerintah. Memiliki
ciri khas; kemajemukan budaya, hubungan timbal balik dan sikap saling memahami
dan menghargai. Dengan prinsip moral, keadilan, keswamaan, musyarah dan
demokrasi.
2.
Sejarah pemikiran masyarakat madani
3.
Karakteristik masyarakat madani
4.
Masyarakat madani di Indonesia:
paradigma dan praktik
5.
Gerakan sosial untuk memperkuat
masyarakat madani (civil society)
6.
Organisasi nonpemerintah dalam ranah
masyarakat madani
KRITIK
Buku ini secara beruntun dan
sistematis membahas Pendahuluan, identitas nasional dan globalisasi, demokrasi:
teori dan praktik, konstitusi dan tata perundang-undangan Indonesia, negara,
agama dan warga negara, HAM, otonomi daerah dalam kerangka NKRI, tata kelola
pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance), masyarakat
madani. Dengan judul besar Demokrasi (HAM dan Masyarakat Madani), buku ini
mencari titik fokus dalam analisis terhadap demokrasi dalam pengaruhnya
terhadap HAM dan terciptanya masyarakat madani. Buku ini secara terperinci dan
jelas mengkaji pengaruh Demokrasi dalam penegakan HAM di Indonesia dalam
menciptakan masyarakat madani sebagai bentuk nyata terwujudnya pelaksanaan
Demokrasi. Demokrasi merupakan paham yang dapat menegakkan HAM dengan wujud
otonomi daerah, tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, diakui oleh
agama secara nyata dijelaskan di dalamnya. Demokrasi sejalan dengan ideologi
negara Indonesia yaitu pancasila.
Buku ini menggunakan EYD
yang baik sehingga memudahkan pembaca untuk mengerti dan memahami isi bacaan
dengan baik.
Penjelasan yang cenderung bertele-tele terdapat pada Bab
5: negara, agama dan warga negara, yang terdiri dari sub-sub pokok :
1. Konsep
dasar tentang negara
2. Teori
tentang terbentuknya negara
3. Bentuk-bentuk
negara
4. WNI
5. Hubungan
negara dengan warga negara
6. Hubungan
agama dan negara: kasus Islam
7. Hubungan
negara dan agama : pengalaman Islam di Indonesia
8. Islam
dan negara orde baru: dari antagonistik ke akomodatif
9. Islam
dan negara pasca orde baru: bersama membangun demokrasi dan mencegah
disintegrasi bangsa
Pembahasan tentang Demokrasi seharusnya tidak perlu
mengkaji secara dalam tentang konsep dasar negara, teori tentang terbentuknya
negara, bentuk-bentuk negara dann WNI karena akan mengaburkan penjelasan
demokrasi yang menjadi titik fokus pada buku ini. Sub pokok nomor 6 seharusnya
dapat digabungkan dengan sub pokok no 5 dan sub pokok nomor 7 karena agama erat
kaitannya dengan warga negara, terlebih sub pokok no 7 materinya hampir sama
dengan nomor 6. Terpisahnya ketiga sub pokok pembahasan tersebut menjadikan
bacaan menjadi tidak tepat sasaran dan tegas.
maaf kaka penulis berasal dari mana ?
BalasHapusdari Medan adek :) Salam kenal ya??? :D
BalasHapus